Komang Tris Astra Putri Adnyani, Siswa SMAN 1 Banjar, Buleleng, Bali

Wednesday, June 13, 2018

Mitos Siwaratri


Masih sering saya mendengar, semeton umat sedarma, termasuk Yowana Hindu yang menyebutkan bahwa Siwaratri adalah malam peleburan dosa atau malam pengampunan dosa. Itulah sebabnya, mereka rela begadang, bahkan memaksakan diri begadang agar segala dosanya dilebur atau diampuni. Yang sangat menyedihkan, ada sebagian dari mereka melakukan aktivitas kurang terpuji demi dapat begadang semalam suntuk. Seperti, menggelar judian, karaoke dengan musik dangdut, dan minum-minuman beralkohol. Sungguh sedih hati ini. Sebagai Yowana Hindu, Saya menolak dengan tegas dan menyatakan keprihatinan yang mendalam terhadap fakta-fakta itu. Sudah saatnya, umat Hindu yang dipelopori oleh Yowana Hindu menunjukkan cara yang baik dan benar melaksanakan Siwaratri sesuai dengan sastra Agama Hindu. Yowana Hindu harus cerdas dan kritis terhadap Gugon Tuwon, dan wajib mencari Gugu Tuhu yang sesuai dengan ajaran Agama Hindu.
Sebelum mengkaji lebih dalam tentang bagaimana pelaksanaan Siwaratri yang baik dan benar sesuai dengan sastra Agama Hindu, maka perlu memahami makna Siwaratri. Secara harfiah Siwaratri artinya malam Siwa. Jika diuraikan, Siwaratri terdiri dari 2 kata, yakni, Siwa dan Ratri. Dalam Bahasa Sansekerta, Siwa mengandung arti yang baik hati, suka memaafkan, memberi harapan dan membahagiakan. Nah, baru tahu kan? Ternyata, Saya juga baru tahu. Ditinjau dari fungsinya dalam menyeimbangkan alam semesta dan isinya, Siwa juga diartikan sebagai sebuah gelar atau nama kehormatan. Dalam hal ini, Siwa berfungsi sebagai pemerelina atau pelebur untuk mencapai kesucian atau kesadaran diri yang memberikan harapan untuk kebahagian.
Sedangkan Ratri artinya malam. Di mana ada malam, di sana ada gelap. Oleh karena itu, Ratri dapat diartikan sebagai kegelapan. Kegelapan artinya tanpa penerangan. Dan, penerang jiwa adalah pengetahuan. Sehingga, Ratri artinya tanpa pengetahuan atau kebodohan. Dengan demikian Ratri dapat diartikan sebagai malam, kegelapan, dan kebodohan. Jadi Siwaratri berarti malam pemerilina atau pelebur kegelapan atau kebodohan dalam diri untuk menuju jalan yang lebih terang dengan meningkatkan jnana atau pengetahuan. Nah, jelaslah sekarang bahwa Siwaratri bukan malam peleburan dosa dan juga bukan malam pengampunan dosa. Mengapa dosa tidak dapat dilebur atau diampuni?
Dasar ajaran Agama Hindu adalah Panca Srada. Dan, Srada yang ketiga adalah percaya dengan adanya hukum Karma Phala. Setiap perbuatan atau tindakan atau karma pasti akan berpahala. Dan, hasil dari perbuatan ini akan selalu melekat pada diri manusia yang selanjutnya disebut Karma Wasana. Perbuatan baik atau Subha Karma akan berbuah kebaikan. Sedangkan perbuatan tidak baik atau Asubha Karma akan menghasilkan dosa. Kebaikan dan dosa ini akan berkumpul dalam bentuk Karma Wasana. Oleh karena itu, ajaran Agama Hindu tidak mengenal peleburan atau pengampunan dosa. Lalu bagaimana dengan dosa-dosa yang pernah kita perbuat? Kita tidak dapat menghapus atau melebur dosa-dosa. Tetapi, kita dapat mengurangi kadar dosa itu. Bagaimana caranya?
Nah, mari kita belajar “Agamatika”, yakni Agama-Matematika! Berikut contoh perhitungan matematika untuk menentukan kadar dosa! Pada mulanya perbuatan baik dan dosa kita masing-masing sebanyak 60 dan 40. Maka persentase dosa kita adalah 40/(60 + 40) x 100%. Jadi kadar dosa kita adalah sebesar 40%. Setelah melaksanakan Siwaratri dengan baik dan benar, maka mulai ada kesadaran dalam diri sehingga tidak pernah lagi melakukan dosa. Bahkan ada sebanyak 60 kebaikan yang sudah diperbuat. Maka kadar dosa kita menjadi 40/(120 + 40) x 100%, yakni sebesar 25%. Sehingga, terjadi penurunan kadar dosa dari semula 40% menjadi 25% atau penurunan sebesar 15%. Dengan demikian menurut ajaran Agama Hindu, dosa tidak dapat dilebur atau diampuni, tetapi dapat dikurangi kadarnya sampai sekecil-kecilnya, walaupun tidak akan pernah mencapai 0%. Yakni, dengan cara melakukan perbauatan baik (Shuba Karma) sebanyak-banyaknya. Betul?
Berkaitan dengan hal tersebut, maka Siwaratri akan lebih tepat dipandang sebagai malam perenungan dosa. Dosa-dosa apakah yang telah kita perbuat selama ini, baik yang berasal dari pikiran, perkataan, maupun perbuatan? Mengapa kita melakukan dosa itu? Dan, pada akhirnya mencari jawaban dan solusi, apa yang dapat kita lukukan untuk tidak mengulangi lagi tindakan atau perbuatan yang menyebakan dosa? Semua pertanyaan itu sangat tepat dicarikan jawabannya pada saat Siwaratri. Dengan demikian Siwaratri adalah malam introspeksi diri atau mulat sarira. Yakni, malam perenungan dosa  (bukan peleburan dosa), dengan tujuan tercapainya kesadaran diri. Sebagai malam perenungan, maka  sangat baik melakukan evaluasi diri dan sekaligus memohon diberi tuntunan jalan yang benar agar terhindar dari perbuatan dosa.
Bagaimana melaksanakan Siwaratri yang baik dan benar menurut sastra Agama Hindu? Ada tiga hal utama yang perlu dilaksanakan pada Siwaratri, yakni Monabrata, Jagra, dan Upawasa. Monabrata adalah berdiam diri dan tak berbicara. Jagra adalah tidak tidur selama semalaman. Dan, Upawasa adalah tidak makan dan tidak minum. Namun, dalam Agama Hindu selalu ada tingkatan Nista, Madya dan Utama yang bisa dipilih sesuai kemampuan. Hal yang sama juga terjadi pada pelaksanaan Siwaratri. Tingkat Utama, yakni dengan melaksanakan Monabrata, Jagra, dan Upawasa. Tingkat Madya, dengan melaksanakan Jagra dan Upawasa. Sedangkan tingkat Nista, dengan melaksanakan Jagra. Selanjutnya, Siwaratri diakhiri dengan persembahyangan dan memohon kepada Sang Hyang Siwa agar dikembalikan menjadi manusia yang suci dan paripurna serta memohon petunjuk jalan yang terang sehingga terhindar dari perbuatan dosa.
Jadi dapat disimpulkan bahwa Siwaratri bukanlah malam penebusan, peleburan, atau pengampunan dosa. Tetapi, Siwaratri adalah malam perenungan, introspeksi, dan evaluasi diri terhadap dosa yang telah diperbuat. Dalam ajaran Agama Hindu hukum Karma Phala tetap berlaku secara mutlak. Tetapi, dengan menjalankan brata Siwaratri diharapkan kita mampu mengendalikan diri sehingga selalu dapat berbuat baik (Shuba Karma) dan terhidar dari perbuatan dosa (Asubha Karma). Semoga.

Oleh: Komang Tris Astra Putri Adnyani (Siswa SMPN 2 Banjar, Buleleng, Bali)
#ArjunaDigital #SayaHindu #HinduHebat #HinduKeren







3 comments:

Unknown said...

Setulus dan seberhasil apapun pelaksanaan siwalatri bagi umat hindu bali tidak akan pernah mendapatkan sorga/moksa. karena saat kita mati nanti kita akan diminta untuk lahir kembali oleh keturunan kita.sorga hindu bali ada dikehidupan bukan dikematian.

Anonymous said...

KEREN BANGET GAN kunjungi juga ya https://hindugaul.blogspot.com/2018/06/5-aplikasi-smartphone-yang-wajib-kamu_21.html

Tris Astra said...

Trims, atas kunjungannya. Semata-mata sebagai bahan kajian sesuai dengan sastra Agama Hindu. Suksma