Komang Tris Astra Putri Adnyani, Siswa SMAN 1 Banjar, Buleleng, Bali

Friday, June 8, 2018

Menggugat Yowana Hindu


Banyak yowana (generasi muda) Hindu, barangkali termasuk Saya yang tidak utuh mengenal Hindu. Ada kecenderungan yowana Hindu mengenal Agama Hindu sebatas ritual (upacara). Padahal, sejatinya ada tiga kerangka dasar ajaran Agama Hindu. Ketiganya, yakni Tatwa, Etika (Susila), dan Rituil (Upacara). Pada sisi ini, rituil cenderung lebih mendominasi. Banyak yowana Hindu terjebak dalam pemahaman bahwa pelaksanaan ajaran Agama Hindu adalah pada perayaan hari raya suci semata. Seperti Hari Raya Galungan dan Kuningan, Nyepi, Pagerwesi, Saraswati, dan pada upacara piodalan di masing-masing Kahyangan Desa, Dang Kahyangan, dan Kahyangan Jagat. Lalu, siapakah yang salah?
Mencari kesalahan bukanlah solusi. Apalagi, menuding kesalahan kepada pihak tertentu, bukanlah tindakan bijaksana. Karena dalam Hindu tindakan itu tidak dibenarkan. Dalam Niti Sastra, disebutkan, “Aywa ngwang cumacad samasta jana, nora tan hana cacadanya ring praja” Janganlah engkau mencari kesalahan atau kejelekan orang lain, karena sesungguhnya tidak ada orang yang tanpa cacad di jagat ini. Artinya, tidak perlu kita mencari siap yang salah. Tetapi, mari melangkah ke depan dengan kebenaran. Apakah para yowana Hindu setuju? Lalu, apa yang harus dilakukan?
Wahai yowana Hindu, marilah kita mulai memahami tiga kerangka dasar Agama Hindu. Kita kaji dan diskusikan. Lalu, menerapkan dalam kehidupan bermasyarakat. Tatwa dalam Agama Hindu merujuk pada kitab suci Agama Hindu dan turunannya. Seperti, Catur Weda, Bagawad Gita, dan Sarasamuscaya. Semua pengetahuan yang terkandung di dalamnya sesering mungkin kita diskusikan. Kita temukan maknanya dan hubungkan dalam kehidupan sehari-hari. Kita yakini bahwa upaya itu adalah sesuatu yang sulit. Mengapa? Karena dalam Kakawin Arjuna Wiwaha, disebutkan, “Wyapi wyapaka, sarining parama tatwa durlaba kita” Bahwa, pengetahuan (Widya) ada di mana-mana. Tetapi pengetahuan yang maha utama sangat sulit ditemukan. Dan untuk itu diperlukan ketekunan dan kesungguhan. Apakah para yowana Hindu siap untuk tekun dan sungguh-sungguh? Jika tidak, maka dipastikan yowana Hindu akan gagal memahami Hindu secara utuh. Bahkan, dapat berakibat fatal dalam mamaknai Agama Hindu.
Setelah kuat dalam Tatwa Agama Hindu, maka selanjutnya perlu pemahaman Etika (Susila). Karena tidaklah lengkap pemahaman Tatwa tanpa diterapkan dalam wujud Etika (Susila) dalam kehidupan sehari-hari. Pelaksanaan Etika menurut konsep ajaran Agama Hindu, mewujud nyata dalam Tri Kaya Parisudha. Tiga keutamaan dalam kehidupan berbangsa dan bermasyarakat, yakni Kayika, Wacika, dan Manacika. Kayika adalah karma yang baik. Dengan karma yang baik diyakini akan menghasilkan buah (Pahala) yang baik pula. Siapa menebar kebaikan akan menuai buah kedamaian. Wacika adalah perkataan yang baik. Terkadang kata-kata lebih tajam dari mata pedang. Sehingga tidak salah jika dalam Niti Sastra disebutkan, “Wasita nimitanta manemu laksmi. Wasita nimitanta pati kapangguh. Wasita nimitanta manemu duhka. Wasita nimitanta manemu mitra” Artinya, karena kata-kata engkau mendapatkan kebahagiaan. Kata-kata juga yang dapat menyebabkan kematian. Karena kata-kita, kita mendapatkan bahaya. Dan, karena kata-kata kita memperoleh teman sejati. Oleh karena itu, hati-hatilah dalam mengeluarkan kata-kata. Manacika adalah berpikir yang baik. Pikiran akan mendorong perkataan dan mengarahkan perbuatan. Pikiran yang baik diyakini akan mendorong perkataan yang  baik dan akhirnya menghasilkan perbuatan yang baik pula. Bahkan dalam Sarasamuscaya disebutkan, “Riastu riangen-angen maphala juga ika” Walaupun hanya dalam pikiran, itu juga akan berpahala. Oleh karena itu pikiran yang baik pasti akan menghasilkan pahala yang baik pula. Untuk itu, wahai yowana Hindu marilah melaksanakan Etika (Susila) sesuai dengan ajaran Agama Hindu dengan melaksanakan Tri Kaya Parisudha. Setuju?
Akhirnya, barulah kita mengaitkan Tatwa dan Etika dengan Rituil (Upacara). Bahwa upacara adalah bagian dari pelaksanaan Tatwa dan Etika dalam ajaran Agama Hindu. Dalam setiap upacara Agama Hindu di Bali, selalu dipenuhi dengan simbol-simbol (pretiwimba). Upacara juga selalu dibalut dengan seni, tradisi, dan rasa kekeluargaan. Pendek kata, dalam upacara terjadi interaksi saling asah, asih, dan asuh. Sagilik saguluk salunglung sabayantaka, paras paros sarpanaya. Oleh karena itu, setiap pelaskanaan upacara hendaknya dapat ditelusuri kajian Tatwanya. Kita para yowana Hindu wajib mengetahui makna dibalik setiap upacara yang dilakukan. Bukan Gugon Tuwon (begitu yang diwariskan generasi pendahulu), tetapi harus mencari Gugu Tuhu (mempercayai yang benar). Setiap upacara dapat dijelaskan maknanya secara akal sehat dan dapat dipertanggungjawabkan secara ilmu pengetahuan. Lalu, ketika maknanya sudah dapat dijelaskan, maka pelaksanaannya juga harus mengikuti etika yang benar. Jika ketiga kerangka dasar Agama Hindu dapat dikawal dengan baik maka Agama Hindu akan ajeg dalam mewujudkan kedamaian. Lalu, siapakah yang wajib mengawal? Jawaban pertama dan utama adalah para yowana Hindu. Inilah tantangan sekaligus peluang bagi para yowana Hindu untuk menunjukkan kualitasnya. Semoga.

Oleh: Komang Tris Astra Putri Adnyani (Siswa SMPN 2 Banjar, Buleleng, Bali)
#ArjunaDigital #SayaHindu #HinduHebat #HinduKeren


1 comment:

Pak Boy said...

Tulisan yang sangat inspiratif sekali untuk anak jaman now...😂