Banyak yowana (generasi muda) Hindu, barangkali
termasuk Saya yang tidak utuh mengenal Hindu. Ada kecenderungan yowana Hindu
mengenal Agama Hindu sebatas ritual (upacara). Padahal, sejatinya ada tiga
kerangka dasar ajaran Agama Hindu. Ketiganya, yakni Tatwa, Etika (Susila), dan
Rituil (Upacara). Pada sisi ini, rituil cenderung lebih mendominasi.
Banyak yowana Hindu terjebak dalam pemahaman bahwa pelaksanaan ajaran Agama
Hindu adalah pada perayaan hari raya suci semata. Seperti Hari Raya Galungan
dan Kuningan, Nyepi, Pagerwesi, Saraswati, dan pada upacara piodalan di
masing-masing Kahyangan Desa, Dang Kahyangan, dan Kahyangan Jagat. Lalu,
siapakah yang salah?
Mencari kesalahan bukanlah solusi. Apalagi, menuding
kesalahan kepada pihak tertentu, bukanlah tindakan bijaksana. Karena dalam
Hindu tindakan itu tidak dibenarkan. Dalam Niti Sastra, disebutkan, “Aywa
ngwang cumacad samasta jana, nora tan hana cacadanya ring praja”
Janganlah engkau mencari kesalahan atau kejelekan orang lain, karena
sesungguhnya tidak ada orang yang tanpa cacad di jagat ini. Artinya, tidak
perlu kita mencari siap yang salah. Tetapi, mari melangkah ke depan dengan
kebenaran. Apakah para yowana Hindu setuju? Lalu, apa yang harus dilakukan?
Wahai yowana Hindu, marilah kita mulai memahami tiga
kerangka dasar Agama Hindu. Kita kaji dan diskusikan. Lalu, menerapkan dalam
kehidupan bermasyarakat. Tatwa dalam Agama Hindu merujuk pada kitab suci Agama
Hindu dan turunannya. Seperti, Catur Weda, Bagawad Gita, dan Sarasamuscaya.
Semua pengetahuan yang terkandung di dalamnya sesering mungkin kita diskusikan.
Kita temukan maknanya dan hubungkan dalam kehidupan sehari-hari. Kita yakini
bahwa upaya itu adalah sesuatu yang sulit. Mengapa? Karena dalam Kakawin Arjuna
Wiwaha, disebutkan, “Wyapi wyapaka, sarining parama tatwa durlaba kita” Bahwa,
pengetahuan (Widya) ada di mana-mana. Tetapi pengetahuan yang maha utama sangat
sulit ditemukan. Dan untuk itu diperlukan ketekunan dan kesungguhan. Apakah
para yowana Hindu siap untuk tekun dan sungguh-sungguh? Jika tidak, maka
dipastikan yowana Hindu akan gagal memahami Hindu secara utuh. Bahkan, dapat
berakibat fatal dalam mamaknai Agama Hindu.
Setelah kuat dalam Tatwa Agama Hindu, maka selanjutnya
perlu pemahaman Etika (Susila). Karena tidaklah lengkap pemahaman Tatwa tanpa
diterapkan dalam wujud Etika (Susila) dalam kehidupan sehari-hari. Pelaksanaan
Etika menurut konsep ajaran Agama Hindu, mewujud nyata dalam Tri
Kaya Parisudha. Tiga keutamaan dalam kehidupan berbangsa dan
bermasyarakat, yakni Kayika, Wacika, dan Manacika.
Kayika adalah karma yang baik. Dengan karma yang baik diyakini akan
menghasilkan buah (Pahala) yang baik pula. Siapa menebar kebaikan akan menuai
buah kedamaian. Wacika adalah perkataan yang baik. Terkadang kata-kata lebih
tajam dari mata pedang. Sehingga tidak salah jika dalam Niti Sastra disebutkan,
“Wasita
nimitanta manemu laksmi. Wasita nimitanta pati kapangguh. Wasita nimitanta
manemu duhka. Wasita nimitanta manemu mitra” Artinya, karena kata-kata
engkau mendapatkan kebahagiaan. Kata-kata juga yang dapat menyebabkan kematian.
Karena kata-kita, kita mendapatkan bahaya. Dan, karena kata-kata kita
memperoleh teman sejati. Oleh karena itu, hati-hatilah dalam mengeluarkan
kata-kata. Manacika adalah berpikir yang baik. Pikiran akan mendorong perkataan
dan mengarahkan perbuatan. Pikiran yang baik diyakini akan mendorong perkataan
yang baik dan akhirnya menghasilkan
perbuatan yang baik pula. Bahkan dalam Sarasamuscaya disebutkan, “Riastu
riangen-angen maphala juga ika” Walaupun hanya dalam pikiran, itu juga
akan berpahala. Oleh karena itu pikiran yang baik pasti akan menghasilkan
pahala yang baik pula. Untuk itu, wahai yowana Hindu marilah melaksanakan Etika
(Susila) sesuai dengan ajaran Agama Hindu dengan melaksanakan Tri Kaya
Parisudha. Setuju?
Akhirnya, barulah kita mengaitkan Tatwa dan Etika
dengan Rituil (Upacara). Bahwa upacara adalah bagian dari pelaksanaan Tatwa dan
Etika dalam ajaran Agama Hindu. Dalam setiap upacara Agama Hindu di Bali,
selalu dipenuhi dengan simbol-simbol (pretiwimba). Upacara juga selalu
dibalut dengan seni, tradisi, dan rasa kekeluargaan. Pendek kata, dalam upacara
terjadi interaksi saling asah, asih, dan asuh. Sagilik saguluk salunglung sabayantaka,
paras paros sarpanaya. Oleh karena itu, setiap pelaskanaan upacara
hendaknya dapat ditelusuri kajian Tatwanya. Kita para yowana Hindu wajib
mengetahui makna dibalik setiap upacara yang dilakukan. Bukan Gugon
Tuwon (begitu yang diwariskan generasi pendahulu), tetapi harus mencari
Gugu
Tuhu (mempercayai yang benar). Setiap upacara dapat dijelaskan maknanya
secara akal sehat dan dapat dipertanggungjawabkan secara ilmu pengetahuan.
Lalu, ketika maknanya sudah dapat dijelaskan, maka pelaksanaannya juga harus
mengikuti etika yang benar. Jika ketiga kerangka dasar Agama Hindu dapat
dikawal dengan baik maka Agama Hindu akan ajeg dalam mewujudkan kedamaian.
Lalu, siapakah yang wajib mengawal? Jawaban pertama dan utama adalah para
yowana Hindu. Inilah tantangan sekaligus peluang bagi para yowana Hindu untuk
menunjukkan kualitasnya. Semoga.
Oleh:
Komang Tris Astra Putri Adnyani (Siswa SMPN 2 Banjar, Buleleng, Bali)
#ArjunaDigital #SayaHindu #HinduHebat
#HinduKeren
1 comment:
Tulisan yang sangat inspiratif sekali untuk anak jaman now...😂
Post a Comment